Ada Yasser Arafat dan Sihanouk di KTT Gerakan Non-Blok 1992

Bulan Agustus-September 1992, KTT Gerakan Non-Blok digelar di Jakarta. Sejumlah wartawan Kompas meliput acara akbar yang dipusatkan di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC). Saya salah satunya. Tugas saya dalam liputan KTT GNB 1992, menulis hal-hal ringan di luar sidang KTT, mulai dari urusan keamanan, media center, kesiagaan pemadam kebakaran, sampai soal JHCC.

Tim peliput Kompas dalam KTT GNB 1992 itu dipimpin langsung oleh Wakil Pemimpin Redaksi Kompas/Pelaksana Harian Pemred  Pak August Parengkuan. Anggota tim antara lain Ansel da Lopez, Joseph Osdar, Rikard Bagun, Widi Krastawan, Budiarto Shambazy, James Luhulima, Witdarmono, Taufik H Mihardja, Myrna Ratna, Rene Pattirajawane, Harry Surjadi, P Bambang Wisudo, Rien Kuntari, Fandri Yuniarti, dan saya Robert Adhi Ksp.

Ini kali pertama saya meliput acara internasional di Jakarta yang dihadiri para pemimpin negara asing. Saya ingat pada waktu itu dapat melihat langsung Pemimpin Palestina Yasser Arafat lalu lalang dengan pistol di pinggangnya, juga pemimpin Kamboja Norodom Sihanouk dan Presiden Tanzania Julius Nyerere di arena KTT GNB. Ada seratus pemimpin negara yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok yang hadir di Jakarta. 

Melihat Yasser Arafat dan Norodom Sihanouk dalam jarak dekat sungguh kesempatan langka. Kedua pemimpin ini sekarang sudah tiada. Tapi 20 tahun silam, nama Arafat dan Sihanouk selalu menjadi berita dunia.  

Pemimpin Palestina Yasser Arafat dalam Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok di Jakarta Convention Center, 1 September 1992. FOTO: DOKUMENTASI KOMPAS/JULIAN SIHOMBING



Kesempatan meliput acara internasional yang besar seperti KTT GNB merupakan kesempatan berharga bagi saya. Apalagi pada masa itu, tahun 1992, saya termasuk wartawan baru di Kompas. Sebenarnya pada awal Agustus 1992 sebelumnya, saya meliput Konferensi Kepala Kepolisian se-Asia Tenggara (ASEANAPOL) di Brunei Darussalam. Yang hadir adalah para kepala kepolisian dari lima negara di Asia Tenggara. Dari Indonesia, Kapolri Jenderal Kunarto yang datang. 

Namun dalam KTT GNB, yang hadir adalah para pemimpin negara yang jumlahnya sekitar 100-an. Nilai beritanya tentu berbeda. 

Pemerintah Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Soeharto berupaya semaksimal mungkin menjadi tuan rumah yang baik, melayani para tamu negara. Termasuk menyediakan media center dengan fasilitas lengkap untuk para jurnalis dalam dan luar negeri, 

Berikut ini beberapa laporan ringan yang saya tulis dari KTT X Gerakan Non-Blok. Membaca ulang tulisan saya dalam kliping Pusat Informasi Kompas, saya merasa KTT GNB 1992 baru saja terjadi kemarin. Menyadari hal ini, saya merenung: betapa cepatnya waktu berlalu.



Petugas Keamanan KTT Gerakan Non Blok

BERBUAT YANG TERBAIK UNTUK BANGSA INDONESIA


SEJAK pertengahan Agustus 1992, suasana kawasan di sekitar Jakarta Convention Center (JCC), Gelora Senayan dan Lapangan Parkir Timur terasa berbeda. Hotel Hilton dikosongkan, pengamanan di sekitar Senayan makin ketat. Tak sembarang orang bisa masuk ke kawasan Senayan, jika tak punya tanda pengenal yang dikeluarkan pihak panitia.

Ribuan personel ABRI baik dari Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut maupun Polri disiagakan di kawasan tersebut. Mereka mendapat tugas besar - yang mungkin paling akbar pada akhir abad ke- 20 ini -, yaitu mengamankan sekitar seratus kepala negara dan kepala pemerintahan dunia yang berkumpul di Jakarta untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi X Gerakan Nonblok (KTT X GNB).

Ketua Tim Pengamanan KTT X GNB, Mayjen TNI Arie Sudewo menyatakan lebih dari 10.000 personel ABRI dikerahkan untuk mengamankan peristiwa akbar ini. Meskipun demikian, pengamanan KTT tidak akan berkesan angker dan overacting. Pihaknya akan menempatkan para petugas di pos-pos tertentu dan tidak mencolok dengan pakaian seragam lengkap. Dengan demikian, suasana Jakarta tidak menjadi terlalu tegang seperti keadaan perang, di mana terlihat banyak tentara berseragam dan bersenjata.

"Memang merupakan suatu seni tersendiri, bagaimana mengamankan lebih dari seratus kepala negara atau kepala pemerintahan di Jakarta ini dengan pengamanan yang simpatik," kata Arie Sudewo.
  
                                                      * * *
PETUGAS keamanan yang sejak awal disiagakan di kawasan Senayan, antara lain petugas ADC (aide-de-camp) atau ajudan serta pengawal pribadi para kepala negara dan kepala pemerintahan. Mereka ditempatkan di Hotel Century Park Senayan sambil menunggu masing- masing kepala negara yang akan didampingi tiba di Jakarta. Setelah mereka tiba, para ADC secara bertahap mulai pindah ke Hotel Hilton, tempat para delegasi menginap.

Sementara para pengemudi mobil delegasi dan pengemudi motor yang akan mengawal kendaraan delegasi bermarkas di kawasan Istora Senayan. Di sana mereka bercampur menjadi satu selama setengah bulan, hingga KTT ini usai. Mereka mulai disiagakan sejak apel kesiapan pasukan pengamanan KTT X GNB ini digelar di Lapangan Parkir Timur Senayan tanggal 20 Agustus 1992 yang lalu.

Mengemudi sedan mewah yang akan membawa kepala negara, bukan pekerjaan yang mudah. Sebab mereka harus beradaptasi dengan alat- alat di dalam mobil mewah -yang mungkin baru pertama dikendarai. "Saya belum pernah membawa sedan Volvo. Semuanya otomatis," kata seorang petugas asal Jawa Tengah, yang baru saja mencoba sedan Volvo. "Mereka memang diharuskan mencoba mobil-mobil tersebut supaya tidak kagok ketika mengendarainya," kata Mayjen Arie Sudewo.

Mereka yang bertugas dalam pengamanan KTT ini harus melewati berbagai tes yang diselenggarakan masing-masing induk markas besar dan kemudian oleh Bais. Boleh dikatakan, mereka orang-orang pilihan yang telah melalui seleksi ketat. Dari tes kesehatan fisik sampai pada keterampilan khusus (misalnya keterampilan mengemudi untuk mereka yang bertugas sebagai pengemudi, atau kemahiran berbahasa asing bagi mereka yang bertugas sebagai ajudan).

1992: Ketua Tim Pengamanan KTT Gerakan Non-Blok 1992 Mayjen TNI Arie Sudewo di Jakarta Convention Center. FOTO: DOK KOMPAS/HASANUDIN ASSEGAF


                                                                * * *
JAJARAN Polri dalam pengamanan KTT X GNB ini mengerahkan 2.348 personelnya. Mereka terdiri dari 62 orang dari Satuan Intelpam, 536 orang dari Satuan Sabhara, 354 orang dari Satuan Brimob, 458 orang dari Satuan Lalu Lintas, 53 orang dari Satuan Gegana, 84 orang bertugas sebagai ADC atau ajudan kepala negara, 49 orang sebagai pengawal pribadi, 510 orang sebagai pengemudi mobil delegasi dan 212 orang pengemudi motor.

Ketika melepas personel Polri yang akan terjun dalam Operasi Aman Duta 1992 pertengahan Agustus lalu, Deputi Kapolri bidang Operasi Mayjen (Pol) Drs IGM Putera Astaman berpesan agar mereka yang mewakili jajaran Polri melaksanakan tugas mulia, mengamankan KTT X GNB ini tidak menyia-nyiakan harapan pimpinan Polri.

"Jangan saudara sia-siakan kesempatan baik ini dan jangan kecewakan Polri. Kegagalan misi saudara merupakan kegagalan kita bersama, dan dampaknya akan merugikan pemerintah dan bangsa Indonesia di mata dunia internasional," pesan Mayjen Astaman. "Lakukan langkah-langkah antisipasi setajam dan secermat mungkin bersama-sama dengan rekan-rekan aparat pengamanan lainnya agar risiko kegagalan dapat ditiadakan atau ditekan sekecil mungkin," tandasnya.

Pesan serupa disampaikan Mayjen Arie Sudewo selaku Ketua Tim Pengamanan KTT X GNB dalam apel kesiapan pasukan di Senayan tanggal 20 Agustus lalu. "Kita tak mau mengambil risiko sekecil apa pun. Kepada semua aparat keamanan, saya perintahkan untuk senantiasa dalam keadaan waspada," kata Arie yang optimis KTT GNB di Jakarta berhasil.

Bahkan kepada para delegasi KTT yang akan ke Indonesia, Arie Sudewo sudah mengingatkan untuk mengikuti prosedur keamanan di Indonesia, khususnya mengenai senjata api. Sebab tidak mustahil ada delegasi yang berkeinginan membawa senjata api sendiri. Terhadap mereka, pihak keamanan Indonesia akan melakukan pendekatan secara baik-baik dan berusaha meyakinkan bahwa semuanya akan diatasi pihak keamanan Indonesia.
                                                         * * *
BERAPA anggaran untuk keamanan KTT X GNB ini? Itu mungkin pernyataan bagus yang sulit dicarikan jawabannya. "Saya tidak tahu berapa. Namun apa yang saya minta, dipenuhi oleh pihak panitia nasional," kata Ketua Tim Pengamanan KTT Mayjen Arie Sudewo. Jadi termasuk makan dan akomodasi seluruh anggota keamanan KTT ditanggung pihak panitia.

Petugas keamanan yang untuk sementara menginap di hotel, mau tak mau harus menghitung-hitung uang saku. Meskipun penginapan ditanggung panitia, mereka tak bisa seenaknya memesan makanan atau minuman di hotel karena harus membayar sendiri. Bila tidak hati-hati bisa jadi mereka harus nombok dalam KTT Nonblok ini.

Dalam suatu kegiatan, apalagi peristiwa akbar seperti ini, diakui pasti ada kekurangan. Mayjen Arie Sudewo sendiri mengatakan tidak mungkin seratus persen sempurna dan mulus. Tapi ia minta agar setiap prajurit ABRI berbuat yang terbaik untuk kepentingan negara dan bangsa Indonesia. (Robert Adhi Ksp) (KOMPAS - Sabtu, 29 Agustus 1992   Halaman: 9)

      -------------------------------------------------------------------------------

                  
Laporan ringan dari KTT Gerakan Non-Blok 1992 yang dimuat di Harian Kompas, 29 Agustus 1992 halaman 9. DOKUMENTASI KOMPAS



 Sisi Lain Petugas Keamanan KTT X GNB

 MENJADI ADC KEPALA NEGARA ASING,  
 PENGALAMAN SEKALI SEUMUR HIDUP
 
MENJADI aide-de-camp (ADC:ajudan) kepala negara, kepala pemerintahan ataupun ibu negara, merupakan suatu kehormatan tak ternilai dan mungkin merupakan pengalaman sekali dalam seumur hidup. Mengapa? Karena belum tentu dalam waktu 100 tahun lagi akan diadakan KTT Nonblok seperti sekarang di Indonesia. Itulah komentar sebagian besar perwira ABRI dari tiga angkatan dan Polri yang ditugaskan sebagai ADC kepala negara/kepala pemerintahan serta ibu negara dalam KTT X Gerakan Nonblok di Jakarta.

Sebanyak 231 perwira yang mendapat tugas sebagai ADC ini merupakan orang-orang pilihan yang telah melewati berbagai tes baik di masing-masing markas besar (AD, AU, AL dan Polri) maupun di Bais (Badan Intelijen Strategis).

Pertimbangan utama seorang perwira dipilih menjadi ADC tentu saja kemampuan berbahasa Inggris. Selain itu, mereka harus mengikuti tes psikologi, tes kesehatan dan skrining. Seleksi dimulai sejak Maret lalu. Untuk para perwira Polri misalnya, perwira yang terpilih diikutsertakan dalam kursus intensif Bahasa Inggris yang diselenggarakan Lembaga Bahasa PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian). Perwira Polri yang ditugaskan sebagai ADC berjumlah 84 orang, 24 orang di antaranya Polisi Wanita.

Seluruh perwira ABRI termasuk Polri yang ditugaskan sebagai ADC mengikuti penataran selama seminggu (2-8 Agustus) di Sawangan Bogor bersama rekan-rekan lainnya dari tenaga kebahasaan yang bertugas sebagai petugas informasi (information officer) di Media Center. Selama penataran, mereka dibekali pengetahuan umum mengenai sejarah KTT Gerakan Nonblok, mekanisme organisasi, kajian kawasan, negara-negara anggota KTT, soal etika dan tatakrama internasional.
                                                                       * * *
TUGAS seorang ADC melayani segala sesuatu yang diperlukan kepala negara, kepala pemerintahan atau ibu negara, dari hal-hal yang resmi sampai pada soal-soal sepele. "Kami harus mengamankan kepala negara atau ibu negara terus-menerus, dan hanya boleh beristirahat jika kepala negara atau ibu negara beristirahat. Di sini kesehatan fisik merupakan suatu hal yang sangat penting," kata Anang Iskandar yang bertugas sebagai ADC kepala negara Sao Tome dan Principe, sebuah negara pulau kecil di sisi Afrika Selatan.

Seorang ADC harus mempunyai inisiatif dan kreativitas yang tinggi. Misalnya kepala negara atau ibu negara tidak membawa pakaian tidur, maka ADC harus punya inisiatif bagaimana sang kepala negara dapat dilayani dengan sebaik-baiknya. Soal dari mana baju tidur itu diperoleh, itu urusan kedua. Hal-hal sepele seperti letak kamar kecil, harus pula diperhatikan ADC.

Makanya, Halba Rubis Nugroho yang bertugas sebagai ADC kepala negara Guinea, negara di kawasan Afrika Selatan mengatakan, seorang ADC harus memiliki banyak inisiatif. "Semua buku mengenai informasi KTT yang tersedia di Media Center, saya ambil. Siapa tahu kepala negara bertanya tentang sambungan telepon internasional atau tentang soal lainnya," kata Halba yang sehari-hari menjabat Kapolsek Metro Senen Jakarta Pusat.

Tentu saja setiap ADC yang juga bertugas mengamankan kepala negara atau ibu negara, harus menguasai salah satu ilmu beladiri. Kemampuan beladiri anggota ABRI termasuk Polri tampaknya tidak perlu diragukan lagi. Untuk tingkat Kapolsek misalnya, tingkat Dan I harus sudah di tangan.
Beberapa anggota Polri yang bertugas sebagai ADC di KTT X GNB ini sebelumnya sudah pernah bergaul atau setidak-tidaknya berhubungan dengan orang asing. Seperti Halba Rubis Nugroho misalnya, ia pernah bertugas mewakili Polri di Namibia tahun 1989-1990, sehingga Bahasa Inggrisnya sangat fasih. Halba juga pernah menjabat Kapolsek Metro Mampang Prapatan Jakarta Selatan, di mana sebagian besar penduduk Mampang adalah warga negara asing.

Widiyanto yang bertugas sebagai ADC Emir Kuwait, juga beberapa kali berhubungan dengan orang asing. Mahasiswa PTIK angkatan ke-28, yang sebelumnya bertugas sebagai Kepala Satuan Intelpam Polresta Yogyakarta ini pernah mengawal Kepala Polisi dari Jerman, Papua Niugini, Perancis dan Australia, ketika mereka melakukan kunjungan ke Yogyakarta.

Tentu saja tidak semua ADC sudah berpengalaman berurusan dengan orang asing. Sapteno misalnya, yang mendapat tugas sebagai ADC kepala negara Chad, mengaku ini merupakan pengalaman internasionalnya yang pertama. Demikian pula Polwan Lettu Indrayati sehari-hari staf di Sekretariat NCB-Interpol Indonesia, kini bertugas sebagai ADC Ibu Negara Barbados. "Kami sangat bangga menerima tugas mulia dari negara," tutur Sapteno dan Indrayati.

                                                        * * *

SIAPA pun nama mereka dan dari mana asal kesatuan mereka, setiap perwira ABRI yang bertugas sebagai ADC kepala negara atau ibu negara dalam KTT X GNB ini memang patut merasa bangga atas tugas internasional dan akbar ini. Ada rasa tanggung jawab di masing- masing hati mereka untuk menyukseskan pelaksanaan KTT X Gerakan Nonblok. "Pengalaman tak ternilai yang belum tentu terulang kembali dalam hidup saya," kata Alfons Loumae yang bertugas sebagai ADC kepala negara Lesotho, sebuah negara di Afrika bagian Selatan.

Kalimat ini tampaknya merupakan jawaban yang hampir seragam yang diucapkan para perwira ABRI yang ditugaskan sebagai ADC. Dan Polri dalam kaitan ini mengirimkan cukup besar anggota sebagai petugas ADC di KTT X GNB. Jumlah mereka 84 dari sekitar 231 ADC.

Para perwira ABRI ini mungkin ada yang pernah jadi ADC di lingkungan mereka atau kesempatan untuk jadi ADC di lingkungan ABRI masih ada. Tapi kalau menjadi ADC kepala negara atau ibu negara? Harus menunggu kegiatan akbar seperti KTT GNB, yang dihadiri lebih dari seratus kepala negara, kepala pemerintahan atau pimpinan negara, diselenggarakan lagi di Jakarta. (Robert Adhi Ksp) (KOMPAS - Sabtu, 29 Agustus 1992   Halaman: 9) 

                 --------------------------------------------------------------------------
                                           

Tempat Makan di JCC Selama KTT
MURAH MERIAH SAMPAI SEMIINTERNASIONAL 

TEMPAT-TEMPAT makan di Jakarta Convention Center (JCC) selama penyelenggaraan KTT X GNB tak pernah sepi pengunjung. Sejak pagi hingga tengah malam, kantin, kafetaria atau pun restoran yang berada di kawasan JCC selalu diserbu pembeli. Maklum, kebutuhan yang satu ini jika diabaikan, akan mengganggu kelancaran kegiatan lainnya.

Kliping KOMPAS Selasa 31 Agustus 1992 halaman 9
Bayangkan saja, mereka yang terlibat dalam kegiatan KTT informasi mencapai dua ribu orang. Belum lagi para pengemudi yang disiagakan sejak pertengahan Agustus di kompleks Istora Senayan.

Ada enam perusahaan katering yang membuka kantin dan kafetaria di kawasan JCC. Mereka tersebar di kompleks Istora, di samping stadion renang, di samping Media Center. Di dalam gedung Media Center pihak Hotel Hilton membuka kafetaria khusus. Sekarang tergantung isi dompet masing-masing, mau pilih yang murah meriah atau yang bertarif semi internasional.

Salah satu tempat makan yang tak pernah sepi adalah kantin yang berlokasi di samping stadion renang. Meski pada saat makan, harus "bersaing" dengan lalat yang berterbangan, namun pembeli yang datang tidak pernah berhenti. Ada saja yang datang. Beberapa orang Filipina dan Malaysia juga jadi pengunjung kantin ini.

Di kantin ini orang bebas memilih makanan sesuai isi dompet atau uang saku. Menu paket A terdiri dari nasi dan dua jenis lauk dipasang harga Rp 1.500. Paket B seharga Rp 3.500 terdiri dari nasi dan empat jenis lauk ditambah buah-buahan.

Kantin ini dikelola dua perusahaan katering masing-masing "Haryani" dan "Hyacintha Respati". Pelanggan kantin ini mulai dari pengemudi hingga anggota panitia nasional. Sebagian besar membayar dengan kupon yang disediakan panitia.

Sejak awal, pihak panitia mengingatkan para pengelola katering bahwa penjualan makanan di kawasan JCC jangan terlalu mementingkan keuntungan. "Setidaknya kami diminta ikut berperan serta bagaimana agar pelaksanaan KTT X GNB ini berjalan lancar," kata Ny. Johanna Bolang-Manoppo, pengelola katering "Haryani". Omset yang diterima perusahaannya dalam sehari mencapai Rp 2 juta dari sekitar 1.500- 2.000 orang yang makan di tempatnya.

Menu Indonesia yang disajikan bervariasi setiap hari. Meskipun harga di kantin-kantin tersebut murah meriah, tidak berarti kantinnya tidak bersih. Pengelola kantin tetap diwajibkan menjaga kebersihan dan gizi makanan. Untuk itu, tim pelayanan kesehatan yang disiapkan dari Departemen Kesehatan akan meninjau kantin-kantin tersebut dari waktu ke waktu. "Beberapa kali kantin ini diinspeksi oleh panitia," kata Johanna.

Dengan dukungan 20 personel, delapan di antaranya mahasiswa Lembaga Pendidikan Latihan Industri Pariwisata (LPLIP), kantin katering "Haryani" buka nonstop 24 jam. Kedelapan mahasiswa itu disiapkan pula untuk melayani orang-orang asing yang ingin makan di sana.

Karyawan TVRI, RRI dan Kantor Berita Antara yang bertugas di JCC sebagian memilih makan di kantin ini. "Mereka tinggal menuliskan nama dan membubuhkan tanda tangan, kami yang menagih ke kantor mereka," kata Johanna yang sudah 10 tahun berpengalaman dalam urusan katering.

Soal harga yang murah meriah yang harus dapat terjangkau ini, diakui Ny. Ami Suditomo, pengelola perusahaan katering "Hyacintha Respati" yang juga berlokasi di samping stadion renang. Makan di kantin ini tak perlu pakai piring karena memang pihak Gelora Senayan tidak memperbolehkan menggunakan piring. Makanan ditempatkan dalam wadah dari stereofoam, karena alasan kebersihan, dan dapur kantin itu kecil.

Hanya saja, pada saat makan di kantin dengan tempat terbuka ini, jangan kaget jika sedang asyik melahap makanan, tiba-tiba lalat datang menemani Anda...
                                                                        ***
KALAU ingin makan di ruangan ber-AC tanpa diganggu serangga, dan tak ingin bersusah-payah keluar dari Media Center, silakan memilih kafetaria yang dikelola Hotel Hilton di kawasan Media Center. Dengan merogoh isi kantong Rp 10.000 untuk buffet, Anda dapat makan sambil menikmati siaran televisi, baik pagi, siang atau malam. Jika hanya ingin makanan ringan, maka Anda bisa memilih sandwich, snacks atau softdrinks, dengan harga berkisar antara Rp 1.500 hingga Rp 5.000.

Menurut Stevens Rumondor, supervisor kafetaria, setiap hari rata-rata 250 tamu yang makan di kafe yang dibuka sejak 25 Agustus lalu itu. Sebagian besar wartawan asing. Dalam seminggu ini hanya disediakan menu Indonesia, tapi ada rencana untuk juga menyediakan menu Eropa. "Ada permintaan agar disediakan juga masakan Eropa," kata Stevens.

Dibandingkan dengan harga makanan internasional di hotel, harga di kafetaria Media Center memang relatif murah. Harga makanan di hotel untuk sekali makan bisa sampai Rp 30.000. "Di kafetaria ini pembeli tidak dibebani pajak. Harga di sini harga spesial untuk wartawan," ujar Stevens.

Tampaknya, apa saja yang namanya tempat makan, pasti didatangi pembeli. Beberapa hari lalu, dibuka lagi kantin baru yang dikelola Kopwani (Koperasi Wanita Indonesia) dan perusahaan katering "Nurmayasari", berlokasi persis di dekat gerbang samping kanan Media Center.

"Kami menyediakan masakan Indonesia dan masakan internasional," kata Ny. Harry Respati. Dengan harga per paket Rp 3.000, pembeli menikmati nasi dan empat jenis lauk yang bisa dipilih sendiri.

Nah, mau pilih kantin dan kafetaria yang mana, terserah pilihan Anda. Mau yang murah meriah atau mau yang harga internasional, sekarang tergantung selera dan isi dompet masing-masing. Yang jelas, selama KTT berlangsung, tak perlu bingung mencari tempat makan....(Robert Adhi Ksp) (KOMPAS - Senin, 31 Agustus 1992   Halaman: 9)


    -----------------------------------------------------

FASILITAS MEDIA CENTER YANG LENGKAP DAN CANGGIH DIPUJI  WARTAWAN 

SUASANA Media Center di Jakarta Convention Center (JCC) hari-hari ini makin semarak dengan kehadiran wartawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Tercatat 2.595 orang wartawan dan 25 orang pejabat penerangan dari kedutaan negara sahabat meliput KTT X Gerakan Nonblok di Jakarta.

Wartawan pers asing tercatat 492 orang mewakili 82 media massa dari 29 negara. Sisanya, wartawan dalam negeri dari berbagai media massa di Indonesia, baik media cetak maupun media elektronika. TVRI 'menyumbang' jumlah terbesar dengan 669 orang, disusul RRI 354 orang, Kantor Berita Antara 230 orang, PPFN (Perum Produksi Film Negara) 146 orang dan RCTI 41 orang.

Kliping KOMPAS 1 September 1992 halaman 9
Tidak semua media massa menyewa booth di kawasan Media Center seluas 2.500 meter persegi ini. Harga sewa booth kelompok A berukuran 12 meter persegi senilai 30 dollar AS sehari. Untuk kelompok B yang berukuran 16 meter persegi, 40 dollar AS sehari dan kelompok C yang ukurannya lebih luas, 21 meter persegi, harga sewa sekitar 52,5 dollar sehari.

Hanya 39 media massa yang menyewa booth dan berkantor di Media Center ini, 25 di antaranya pers asing, sisanya pers Indonesia, yakni dari Harian Angkatan Bersenjata, Bisnis Indonesia, Surya, Kompas, Pelita, Pikiran Rakyat, Suara Karya, Suara Pembaruan, Surabaya Post, The Jakarta Post, majalah Tempo dan RCTI.

Kantor berita internasional terkemuka Agence France Press (AFP) dari Perancis, Associated Press (AP) dari Amerika Serikat dan Reuters dari Inggris tampaknya meliput KTT ini secara besar-besaran dengan menurunkan sejumlah wartawan senior mereka.

Menurut catatan panitia di Media Center, kantor berita asing lainnya yang membuka kantor di Media Center adalah Kyodo (Jepang), Xin Hua (Cina), Irna (Iran), Bernama (Malaysia), Tanjug (Yugoslavia). Sedangkan stasiun radio dan televisi antara lain BBC (Inggris), ABC (Australia), CNN (Amerika Serikat), NHK (Jepang), RTM dan TV 3 (Malaysia), Pakistan TV dan Kuwait TV.

Perhatian 'nyamuk-nyamuk pers' dari berbagai penjuru dunia ini memang menyemarakkan KTT X GNB di Jakarta. Dari Jepang misalnya, selain Yomiuri Shimbun yang mempunyai oplah terbesar, Asahi Shimbun, Nihon Keiza Shimbun, NHK dan Kyodo News Service, masih ada empat media massa lain yang mengirimkan wartawannya yaitu Akahata, Japan Economic Journal, Jiji Press, Kansai Telecasting Corporation, dan Tokyo Broadcasting Service.

Pers Amerika Serikat tidak ketinggalan meliput konferensi internasional ini. Menurut catatan panitia, ada sembilan media massa dari AS yang mendaftarkan diri, yaitu wartawan-wartawan dari Associated Press, CNN International, International Herald Tribune (IHT), Times, The New York Times, Washington Post, Visnews Limited dan radio Voice of America (VOA).

Pers Inggris seperti BBC, Reuters dan The Guardian, pers Perancis seperti AFP, Gamma, Le Monde, Radio France International dan Radio Oriental. Pers Jerman meliputi Deutsche Press Agentuur (DPA), German Basler Zeitung, German Radio and TV, Neues Deutchland, Radio Deutschwelle dan Radio Westdeutscher Rufunk mengirimkan wartawan untuk meliput peristiwa akbar di Jakarta.

Media massa dari Eropa lainnya, Belgia (Way Press International), Spanyol (EFE dan El Pais), Italia (Ansa), Swiss (Suns), dan berita terakhir dari Portugal (RTP-Televisi, surat kabar Diario Noticias dan Radio Ranasenca).

Sementara media massa dari Australia yang meliput KTT di Jakarta ini adalah Australian Associated Press (AAP), Australian Broadcasting Corporation (ABC), The Age dan TV SBS.

Dari pers negara-negara Nonblok tercatat wartawan dari Namibia (Nampa), Senegal (RTS), Cuba (Presna Latina), Kaledonia Baru (Les Nouvelles Valedonienness Nomea), Tunisia (TUM's Afrique Press), Kenya (Kenyan Broadcasting Corporation), Thailand (Bangkok Post) dan Omman (Omman News Agency), Yugoslavia (Radio Beograd, SIPA Press, Tanjug News Agency).

Dari Singapura, selain surat kabar The Straits Times, media massa yang mengirimkan wartawannya adalah Harian China, Singapore Broadcasting dan Business Time. Tak ketinggalan wartawan RRC dari kantor berita Xin Hua, Radio Beijing, CCTV (China Center Television) dan Harian Rakyat ikut sibuk dalam KTT ini.

Surat kabar Berita Harian, The Star, The New Strait Times, Utusan Melayu dan kantor berita Bernama dari Malaysia mengirimkan sejumlah wartawannya. Demikian juga kantor berita PTI (Press Trust of India), The Hindu, United News of India, semuanya dari India, serta Chosun Ilbo dan Hankook Ilbo/The Korea Times dari Korea.
                                                                       ***
TIDAK sedikit wartawan menyatakan kepuasan mereka atas fasilitas yang disediakan panitia di Media Center. Seorang wartawan Radio Beograd, Milardo Denda dengan spontan menyampaikan selamat kepada Kepala Biro Fasilitas Media Center, Budi Permana. Ucapan serupa disampaikan wartawan AFP, AP, NHK dan Yomiuri Shimbun.

Mereka kagum atas fasilitas yang disediakan Media Center begitu lengkap dan canggih, setelah membandingkannya dengan pelayanan media pada events internasional lainnya. "Media Center KTT X GNB ini ditangani secara profesional," kata mereka memuji.

Fasilitas di Media Center yang sebagian besar buka 24 jam ini antara lain fasilitas telekomunikasi yang disediakan PT Telkom bersama PT Indosat. Wartel (warung telekomunikasi) ini melayani faksimil, teleks, SKDP (sambungan komunikasi data paket), telepon umum swalayan (lokal dan interlokal), telepon umum kartu, serta telepon umum kartu kredit (yang baru pertama kali di Indonesia).

Pelayanan perbankan dilakukan Bank Bumi Daya (BBD) yang melayani penukaran delapan jenis mata uang asing (dollar AS, dollar Singapura, dollar Australia, dollar Hongkong, DM Jerman, Gulden Belanda, Yen Jepang dan Poundsterling Inggris), travel cheque, pencairan kartu kredit (Visa, Master, Dinners Club). Selain itu BBD mini bertindak sebagai merchant dari Visa, Master, Amex dan Dinners Club.

Business Center melayani pengetikan dokumen, penerjemahan naskah (Bahasa Inggris, Spanyol, Perancis dan Arab), penyewaan alat- alat wartawan seperti komputer, printer, modem, mesin fotokopi, mesin tik. Bussiness Center yang dibuka 24 jam ini bahkan melayani penitipan pesan dan booking pesawat atau kereta api.

Menurut Ketua Biro Fasilitas Media Center, Budi Permana, koordinasi yang rapi antarinstansi membuat pelayanan media menjadi terpadu. Bagi wartawan asing, harga sewa booth dinilai tidak begitu mahal. "Jarang ada sewa ruangan seluas 12 meter persegi seharga 30 dollar sehari," kata Budi mengutip ucapan seorang wartawan asing.

Untuk melayani berbagai informasi tentang KTT ini, sekitar 60 petugas pelayanan informasi atau IO (information officer) selalu stand-by di tempat-tempat tertentu. Para IO yang disaring dari bebagai daerah di Indonesia ini terutama harus menguasai Bahasa Inggris. Sebagian lagi menguasai Bahasa Perancis, Arab dan Spanyol, agar dapat melayani wartawan dan delegasi yang datang dari berbagai penjuru dunia.

Sementara pihak yang melayani konferensi pers bagi para juru warta dan menyediakan makalah dari sidang-sidang KTT adalah para personel dari Kantor Berita Antara yang termasuk dalam daftar keanggotaan panitia nasional. Antara mengerahkan sekitar 230 orang, selain itu setiap hari menerbitkan siaran pers dan edisi khusus KTT. (Robert Adhi Ksp) (KOMPAS - Selasa, 1 September 1992   Halaman: 9)  
       ------------------------------------------------------------------------------

Dari Studio Mini TVRI DAN RRI
  KTT X GNB MENDUNIA... 

PERANAN media massa dalam peristiwa akbar seperti KTT X GNB kali ini sangat besar. Bayangkan, jika tak ada wartawan yang memberitakan acara tersebut, masyarakat dunia tidak pernah tahu ada konferensi itu. Salah satu media massa yang berperan penting dalam menyebarkan berita-berita KTT, selain media cetak, adalah media elektronik seperti stasiun televisi dan radio.

Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) saat ini mendapat tugas dari Panitia Nasional (Pannas) KTT X GNB untuk bertindak sebagai host broadcaster. Untuk itu, Pannas menyediakan fasilitas berupa studio mini di lantai dasar Jakarta Convention Center (JCC). Dari studio mini itu, berita-berita KTT X GNB dipancarkan ke pelosok Indonesia dan ke penjuru dunia.

Untuk meliput KTT secara profesional, TVRI mengerahkan sekitar 400 personel, 70 orang di antaranya reporter, selebihnya tenaga pendukung teknik dan lainnya. Sejak 20 Agustus yang lalu, TVRI sudah menyiarkan berita-berita seputar KTT dan berita internasional melalui siaran khusus KTT di Programa 2. Siaran dalam Bahasa Inggris, mulai pagi hari pukul 07.00 - 09.00 WIB, dilanjutkan siaran dalam Bahasa Indonesia pukul 09.00 - 15.00 WIB.

Kliping KOMPAS 3 September 1992 halaman 9
Semua siaran tersebut dipancarkan dari studio mini TVRI yang berlokasi di lantai dasar JCC. Tempat ini, menurut Drs Kelly Saputro, Wakil Ketua I bidang Liputan dan Siaran KTT Nonblok, sangat representatif sebagai studio. Selain mempunyai dua ruangan studio untuk siaran, juga memiliki ruangan editing, dubbing, dispatch, make-up, gudang penyimpanan kamera/kaset dan tempat dekorasi.

Sebagai host broadcaster, TVRI menyediakan fasilitas ruangan studio lengkap dengan peralatan dan personel, untuk disewakan pada kerabat kerja teve luar negeri. Dari studio 2 itu, siaran teve dapat dipancarkan ke mancanegara.

Namun semua urusan administrasi, sewa-menyewa dan booking dikelola langsung oleh panitia nasional di Media Center. Tarifnya berkisar antara 25 dollar AS per jam (untuk voice-cast booth) sampai 10.000 dollar AS (untuk sewa fasilitas rekaman dan siaran delapan jam pertama).

Menurut pihak panitia, pada hari pembukaan KTT X GNB (1/9), sekitar 31 televisi asing menggunakan fasilitas studio mini TVRI untuk menyiarkan acara pembukaan KTT dan saat kepala negara berpidato di mimbar, ke masing-masing negara.

Stasiun teve luar negeri tersebut antara lain Pakistan TV, NHK Jepang, ABN-2 Sydney, Kuwait TV, Radio dan Televisi Brunei, BBC London, ABC Australia, ENTV Aljir Aljazair, KBC Kenya, ZBC Zimbabwe, Guatemala TV, Cybe Siprus, TV-3 Malaysia, WTN London, IRIB Iran, SBC Singapura, DDI India, Bahrain TV, Sanaa TV Yaman, Nepal dan Qatar.

Sementara TVRI sendiri, menurut Ketua Pelaksana Produksi dan Liputan Siaran KTT Nonblok TVRI, Sumita Tobing PhD, pihaknya tidak mengalami kesulitan untuk meliput peristiwa internasional kali ini karena TVRI sudah memiliki sejumlah wartawan dan penyiar yang diandalkan, yang biasa tampil dalam siaran TVRI Bahasa Inggris.

Mereka antara lain Tia Maryadi dan Tengku Malinda, keduanya terpilih sebagai anchor (yang bertugas sebagai wartawan sekaligus penyiar). Tenaga lainnya, Ines Sukandar, Meike Malaon, Aprillia, Tinka, Frans, Basri Hasan, Intan Nugroho, Elina Sihombing dan sejumlah nama lainnya.

Untuk memenuhi kebutuhan siaran KTT dalam bahasa Inggris, TVRI merekrut tiga tenaga baru, semuanya master lulusan universitas di Amerika Serikat, yaitu Eka Sitorus, Jasmin Wibisono dan Iko Jakalaksana. Dalam siaran bahasa Indonesia, TVRI diperkuat Magdalena Daluas, Sutrimo, Djoko Priyono, Ari Purnomo Aji dan Hasan Ashari Oramahi.

Salah satu peralatan TVRI yang mendukung siaran langsung KTT adalah studio berjalan atau OB (Outside Broadcaster) Van yang ditempatkan di Bandara Soekarno-Hatta, Lanud Halim Perdanakusuma, TMII dan Gedung Merdeka Bandung.

Di gedung Jakarta Convention Center (JCC), TVRI menempatkan sejumlah kamera operasional dan kamera wireless antara lain di sekitar Planery Hall dan Assembly Hall serta di beberapa tempat di koridor bawah tanah yang menghubungkan JCC dan Hotel Hilton. Penempatan kamera di berbagai tempat ini memungkinkan TVRI memperoleh gambar para delegasi KTT seluas-luasnya.

TVRI sudah mempunyai rencana mewawancarai sejumlah kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun menurut Sumita Tobing PhD, kepastian tersebut tergantung pihak yang akan diwawancarai. "Yang jelas, kami berupaya untuk menyajikan siaran secara profesional," kata doktor di bidang komunikasi massa lulusan Ohio University AS. ì Salah satu cara yang cepat adalah mencegat para kepala negara dan kepala pemerintahan seusai acara-acara resmi. Seperti yang dilakukan para reporter TVRI pada hari pertama konferensi tingkat tinggi ini.

TVRI menunjukkan keunggulannya ketika Elina Sihombing -- yang lama menetap di Perancis dan sengaja dipanggil ke Jakarta untuk memperkuat TVRI dalam KTT X GNB ini -- berhasil mencegat dan mewawancarai Norodom Sihanouk Pemimpin Kamboja dan Abdou Diouf Presiden Senegal dalam bahasa Perancis. Sementara Intan Nugroho mewawancarai Wakil Presiden Irak Taha Yassin Ramadhan.

Stasiun televisi swasta RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) tak mau kalah dalam peliputan KTT. Meskipun tidak selengkap TVRI, pihak RCTI membuka studio mini di salah satu ruangan di lantai dasar Hotel Hilton. Mereka juga berupaya mewawancarai sejumlah kepala negara dan kepala pemerintahan, dan memanfaatkan beberapa tokoh pers nasional sebagai pewawancara.
                                                                       ***

BAGAIMANA dengan peranan RRI ? Menurut Utiek Ruktiningsih, Kasub Bagian Liputan Radio KTT Nonblok Direktorat Radio, RRI memulainya sejak Maret lalu dengan menyiarkan komentar sejumlah pakar, agar masyarakat well-informed tentang KTT Nonblok.

Menjelang pelaksanaan KTT, RRI yang menurunkan 502 personel sejak 18 Agustus mengudara selama 24 jam melalui siaran khusus KTT di jalur Programa 2 Ibukota yang dipancarkan dari studio mini RRI - bersebelahan dengan studio mini TVRI- di lantai dasar JCC.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga reporter peliput KTT X GNB, RRI mendatangkan 20 reporternya dari seluruh Indonesia, melibatkan 30 tenaga dari Subdit Siaran Luar Negeri yang fasih berbahasa Inggris, Perancis, Spanyol dan Arab, mengikutsertakan 20 redaktur reporter yang berpengalaman, sehingga jumlah tenaga reporter inti RRI dalam KTT ini sebanyak 70 orang.

Menurut Utiek, selama KTT berlangsung, jalur siaran Programa Ibukota RRI digunakan sebagai jalur siaran khusus KTT. Dan untuk memberikan informasi kepada para delegasi, RRI menyiarkan berita serba-serbi KTT ke dalam lima bahasa yaitu bahasa Inggris, Perancis, Spanyol, Arab dan Indonesia.

Dalam siaran RRI dalam bahasa asing yang ditangani Subdit Siaran Luar Negeri, berita-berita KTT disampaikan dalam sembilan bahasa asing, yaitu Inggris, Perancis, Spanyol, Arab, Malaysia, Cina, Thailand, Jepang dan Jerman.

Seperti halnya TVRI, pihak RRI juga melayani radio asing yang berniat menyewa dispatch booth, editing booth dan sejumlah peralatan untuk siaran ke negara masing-masing. Beberapa di antaranya yang sudah mengadakan kontrak adalah Radio Suara Amerika (Voice of America), BBC London, Kenya Radio dan UN Radio (Radio PBB). Harga sewa editing booth 40 dollar AS per jam, sewa tempat studio untuk wawancara delegasi 25 dollar AS per jam, dan sewa voice-cast booth 15 dollar AS per jam.

Dengan berbagai fasilitas ini, tidak heran kalau para wartawan asing yang menggunakan fasilitas studio mini TVRI dan RRI di Media Center sempat melontarkan kekagumannya atas kesiapan Indonesia menyediakan peralatan dan perlengkapan yang mendukung kegiatan peliputan mereka.
TVRI dan RRI sendiri sebagai media massa resmi pemerintah Indonesia, berusaha menyajikan liputan KTT X GNB dengan cara kerja profesional. Dari studio mini TVRI dan RRI di kawasan Jakarta Convention Center Jakarta inilah, KTT X GNB mendunia... (Robert Adhi Ksp) (KOMPAS - Kamis, 03 September 1992   Halaman: 9)
               --------------------------------------------------------------------------------

Pasukan Pemadam Kebakaran tak Sempat Lihat Langsung Arafat
HARUS SIAGA 24 JAM DI TEMPAT 

PASUKAN Dinas Pemadam Kebakaran (DPK) mungkin tidak diingat atau disebut-sebut banyak orang jika tak ada musibah kebakaran. Namun demikian bukan berarti mereka tidak bekerja atau diam-diam saja. Sebab, yang namanya musibah bisa terjadi kapan saja dan di mana saja.

Untuk mewaspadai musibah kebakaran ini, Dinas Pemadam Kabakaran DKI mengerahkan sekitar tiga ratus petugas selama KTT X Gerakan Nonblok. Pasukan berseragam biru- biru ini sejak 24 Agustus lalu hingga 15 September mendatang, tetap siaga 24 jam di kawasan Jakarta Convention Center (JCC) dan pos-pos lainnya di sekitar tempat delegasi KTT X Gerakan Nonblok menginap.

Di kawasan JCC, posko pasukan pemadam kebakaran berlokasi di stadion renang Senayan. "Kalau terjadi sesuatu, gampang mencari air," kata Mohammad Sobri, Kepala Sektor "B" Dinas Pemadam Kebakaran DKI. Posko di JCC dilengkapi dengan tiga mobil pemadam masing-masing mobil bertangga, mobil pompa berkapasitas 4.000 liter dan mobil busa (foam) yang dimanfaatkan untuk memadamkan kebakaran kimia atau minyak.

Kliping KOMPAS Minggu 6 September 1992 halaman 9
Selain bertanggung jawab mengawasi kawasan JCC, petugas posko JCC yang berjumlah 20 orang setiap shift ini (mereka terbagi tiga shift), juga bertugas mengawasi Hotel Jakarta Hilton International dan Hotel Century Park di bilangan Senayan. Untuk mendukung petugas yang berposko di JCC, lima mobil pemadam lain ditempatkan di pos-pos tertentu di kawasan MPR/DPR, TVRI, Polda Metro Jaya dan Karet Tanah Abang.

Anggota pemadam kebakaran juga ditempatkan di enam belas hotel berbintang, tempat para delegasi dan wartawan menginap. Dengan asumsi bahwa setiap hotel berbintang pasti memiliki hidran dan peralatan pemadam kebakaran lainnya, DPK tidak menyediakan mobil pemadam di hotel-hotel tersebut. "Petugas kami sudah bisa memperkirakan apakah suatu kebakaran membutuhkan bantuan lain atau cukup diatasi dengan hidran di hotel," kata Sobri.

Untuk mencegah kebakaran di berbagai gedung dan bangunan (termasuk JCC), seminggu sebelum pelaksanaan KTT X GNB, petugas DPK sudah melakukan survai terlebih dahulu dan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah peralatan pemadam kebakaran di JCC dan hotel- hotel.

Persyaratan sebuah gedung antara lain harus dilengkapi alat yang jika kena udara panas (68 derajat Celcius) akan pecah sendiri dan otomatis memancarkan air ke seluruh ruangan yang terbakar. Selain itu sebuah gedung perlu dilengkapi hidran dengan selang dan krannya, alarm tanda bahaya, dan juga alat pemadam api ringan yang bisa dijinjing, untuk pemadaman awal.

Semua peralatan tersebut sudah dipenuhi oleh gedung megah seperti JCC. Khusus alat pemadam yang disebut terakhir ini, JCC menyediakan 116 buah. "Jadi JCC sebenarnya telah mengamankan gedung ini sendiri," kata Sobri yang sudah 17 tahun berpengalaman menangani berbagai peristiwa kebakaran di Jakarta.

Setidaknya ada 92 orang petugas yang sudah dididik khusus selama dua bulan untuk menanggulangi kebakaran di gedung-gedung tinggi dan bertingkat. Pengamanan kebakaran di gedung-gedung bertingkat memang sudah seharusnya menggunakan peralatan pemadam di dalam gedung itu sendiri. Pemadaman dari luar gedung, dengan mobil pemadam bertangga tak jarang kurang efektif.

Mengapa? Karena penyemprotan air tidak langsung mengarah pada titik api dan sasarannya. Mobil pemadam dengan tangga setinggi 40,9 meter yang mangkal di stadion renang, jika dipasang tegak lurus memang mampu mencapai gedung bertingkat sebelas.

Tapi, menurut Aries W, komandan regu DPK di JCC, ia tetap menganggap penanggulangan kebakaran di suatu gedung akan lebih efektif jika dilakukan dengan perlengkapan yang dimiliki gedung itu sendiri. Petugas DPK cukup bergerak di dalam gedung, tanpa harus banyak mengerahkan mobil pemadam kebakaran. Inilah yang sering tidak diketahui masyarakat luas. Masyarakat sering bertanya-tanya dan tidak puas, mengapa mobil DPK jumlahnya sedikit untuk mengatasi kebakaran sebuah gedung besar.
***
PENYELENGGARAAN KTT X GNB di Jakarta berakhir pada hari Minggu (6/9) ini. Kita tetap berharap musibah kebakaran tidak terjadi sampai pelaksanaan KTT selesai seluruhnya. Harapan itu jugalah yang diungkapkan semua petugas pemadam kebakaran. Meskipun demikian, mereka tetap diminta siaga 24 jam setiap hari.

"Ada atau tak ada uang insentif, kami bangga dapat berperan serta menyukseskan KTT X GNB. Paling tidak ini pengabdian yang dapat kami lakukan untuk bangsa dan negara kita yang sedang menyelenggarakan kegiatan internasional," komentar para petugas pemadam kebakaran.

Hampir semua wajah mereka kelihatan lelah karena harus tetap melek selama 24 jam. Mereka mungkin tak sempat melihat langsung wajah Yasser Arafat, Norodom Sihanouk, Julius Nyerere dan para pemimpin dunia lainnya, seperti halnya petugas pendukung KTT yang bertugas di dalam gedung JCC. Tapi, yang jelas, pasukan berseragam biru-biru ini tetap menjalankan tugas sebaik-baiknya untuk siaga 24 jam di tempat. Ditemani sepoi-sepoi angin Senayan, mereka menunggu waktu terus bergulir, sambil berharap mudah-mudahan tak terjadi peristiwa kebakaran selama KTT X GNB ini... (Robert Adhi Ksp) (KOMPAS - Minggu, 6 September 1992   Halaman: 9)
------------------------------------------------------------------------------



JAKARTA CONVENTION CENTER, SETELAH KTT 

SETELAH KTT X GNB Jakarta Convention Center (JCC) untuk apa? Hampir setiap orang melempar pertanyaan yang sama. Itu terjadi karena selama ini ada kesan, JCC dibangun hanya untuk keperluan konferensi tersebut.

Anggapan itu memang tidak sepenuhnya salah. Bahkan bisa dimengerti. Pada kenyataannya, tiba-tiba berdiri sebuah bangunan megah berkapasitas 25.000 orang tepat di hari-hari persiapan KTT Gerakan Nonblok ke-10. Dan acara persidangan KTT yang memakan waktu enam hari dilaksanakan di tempat tersebut.

Namun, bila melihat sejarah awal didirikannya bangunan tersebut, perkiraan itu menjadi tidak terlalu tepat. Jauh sebelum ada keputusan Indonesia sebagai tuan rumah KTT X GNB, Dirjen Pariwisata Joop Ave sudah sempat rerasanan dengan Dirut PT Indobuilco, Pontjo Sutowo untuk membuat sebuah convention center, setelah menyadari Jakarta tidak memiliki tempat yang layak. Hal itu semata-mata untuk mengembangkan sektor pariwisata. Dan mereka pun mulai mereka-reka membongkar Balai Sidang.

Karena itu, begitu diputuskan Indonesia sebagai Ketua dan Tuan Rumah Nonblok, rencana itu bagai gayung bersambut. Balai Sidang Jakarta di Senayan segera disulap menjadi Jakarta Hilton Convention Center (JHCC) seluas 65.000 meter persegi (dengan waktu pembangunan total 20 tahun) dalam waktu delapan bulan. Bangunan ini semula seluas 10.000 meter dan dibangun oleh Pertamina dengan Dirut Ibnu Soetowo, ayah kandung Pontjo, di atas tanah milik Badan Pengembangan Gelora Senyan (BPGS) sekitar tahun 1970-an.

Hanya masalahnya, apa yang bisa dimanfaatkan dari bangunan yang didirikan dengan sistem BOT dan memakan investasi awal setengah dari biaya total sebanyak Rp 460 milyar itu?
                                                                              ***
WAKIL Presiden Direktur PT Indobuildco, Ir Teddy Boen, mengakui membangun sebuah convention center, khususnya di Indonesia kurang menguntungkan dibanding membangun hotel atau perkantoran. "Jika kamar hotel disewa 24 jam, convention tidak begitu," jelasnya. Dan menurut dia, rencana semula PT Indobuildco menyediakan dana untuk membangun lokasi hotel atau perkantoran. Namun, dana itu dialihkan ke JHCC setelah ada keputusan resmi Indonesia sebagai Ketua dan tuan rumah GNB.

Dan Teddy, ahli gempa lulusan ITB 1961 itu, langsung duduk sebagai Kepala Proyek Pembangunan JHCC yang hanya mendapat waktu delapan bulan. Menurut dia, sistem pembangunan cepat itu bisa dilakukan karena kepercayaan diserahkan kepada satu orang. Dalam hal ini, Dirut PT Indobuildco Pontjo Sutowo menyerahkan kepercayaan pembangunan kepada satu orang, yaitu Teddy Boen. Karena itu ia menjabat rangkap, Wakil Presdir PT Indonuildco sekaligus Kepala Proyek JHCC. Cara ini, katanya, bermanfaat untuk mengambil keputusan lebih cepat.

Bangunan yang mulai didirikan tanggal 1 Oktober 1991 itu dilengkapi dengan Plenary Hall seluas 7.500 meter persegi, berkapasitas 3.000 tempat duduk dan dilengkapi dengan video (dinding) layar lebar dengan peralatan sound-system dan tata-cahaya yang canggih. Tempat ini bisa dipergunakan untuk konferensi, pertunjukan, konser-konser, bahkan events olahraga. Selain itu dilengkapi pula sebuah ruang VIP dan ruang tunggu, enam ruang pertemuan, 10 booth penterjemah, sebuah sekretariat dan kantor administrasi.

Exhibition Hall seluas 6.120 meter persegi sangat cocok sebagai tempat pameran. "Mau memamerkan 100 mobil di tempat ini pun, tak jadi masalah," jelas Teddy. Ball Room yang ada di JHCC merupakan ballroom terbesar di Jakarta, yang dapat menampung 3.000 orang dalam keadaan duduk. Sedang dalam keadaan berdiri (resepsi berdiri), bisa menampung 6.000 orang.

Selain itu, masih ada tujuh ruangan pertemuan dengan tiga ukuran berbeda, dari 80,5 meter persegi sampai 220 meter persegi dengan kapasitas dari 50 orang hingga 200 orang. Ruangan tipe A dapat digabung menjadi ruangan yang lebih besar dan menampung 500 orang. Sedangkan Main Lobby di JHCC berkapasitas 3,500 orang.

Tempat parkir JHCC dapat menampung 10.000 mobil. Diakui, biaya perawatan dan pemeliharaan dilakukan dengan pola pemeliharaan preventif (preventif maintenance) yang memakan biaya 7,5 persen penghasilan.
                                                                          * * *
DALAM perkembangannya, terutama saat pelaksanaan KTT, Mensesneg Moerdiono mengumumkan nama resmi bangunan ini Jakarta Convention Center (JCC) bukan JHCC. Menurut Teddy, hal itu terjadi, karena kerja sama dengan pihak Hilton hanya bisa dilakukan setelah ada tanda tangan resmi dari Presiden. "Padahal waktu itu kan belum ada tanda tangan resmi," katanya. Karena itu, namanya lalu diubah.

Alasan lain, kata Hilton untuk sementara waktu, khususnya selama KTT X GNB sengaja dihilangkan. Hal itu untuk menghindari kesan Hilton sebagai pelaksana konferensi tingkat tinggi tersebut. "Karena memang bukan Hilton, tapi bangsa Indonesia yang melaksanakan," tegas Teddy.

Hal itu berarti, setelah KTT nama JCC kembali JHCC karena pengelolaan selanjutnya pun diserahkan kepada Hilton International. (Robert Adhi Ksp) (KOMPAS - Kamis, 10 September 1992   Halaman: 7)

Komentar